Lentera Perjalanan Kepemimpinan Kyai Ahmad Rifa’i Arief

Semoga lentera perjalanan kepemimpinan Kyai Ahmad Rifa’i Arief ini dapat membawa kita semua menuju kebaikan.

  1. Apa niatmu Rifa’i mendirikan pesantren?” kyai Imam Zarkasy bertanya. Rifa’i, muridnya, menjawab, “Saya mendirikan pondok dengan niat badah, meraih ridho orang tua dan guru.
    Mendirikan pondok tidak serta merta mencari santri atau ketenaran saja, juga mencari kebenaran menegakkan panji-panji kebesaran Ilahi Rabbi melalui syiar pendidikan. Kalau mencari santri atau ketenaran saja yang terjadi; apabila santrinya sedikit, merasa minder; jihad mendidiknya terhenti. Jika banyak, merasa paling “bener”; bangga lalu lupa.
  2. Mencari ilmu itu dalam rangka meraih ikhlas, bukan secarik kertas. Untuk hidup sukses, nikmatilah sebuah proses. Posisi seseorang di mata masyarakat sangat berbanding lurus dengan prosesi perjuangan dan pengorbanannya.
  3. Thoriqoh yang diajarkan kyai Rifa’i kepada santri-santrinya bukan naqsabandiyyah, sajiliyyah, bahkan rifa’iyyah. Tetapi thoriqoh nashabiyyah (taat terhadap orang tua dengan meneladani semangat berkorbannya, mendoakannya, menjaga nama baiknya, meneruskan silaturahim, serta mewujudkan cita-citanya), dan thoriqoh kasabiyyah yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh. Niscaya akan terbuka (mukaasafah) segala kesulitan hidup berganti bentangan jalan kemudahan tiap-tiap urusan.
  4. Sekaya apapun manusia, tak akan bisa membeli pikiran dan hati manusia. Maka dekatilah ia dengan hati, berhati-hati, serta pikiran jernih berdasarkan petunjuk Ilahi.
  5. Ketika kyai Imam Zarkasy berkunjung di tahun-tahun awal Daar el Qolam sekitar tahun 70 an, saat itu turun hujan begitu lebat. Beliau berdoa, “Ya Allah anugerahilah pondok ini dengan santri yang taat seperti lebatnya hujan yang turun malam ini!” Begitulah murid yang taat akan diberikan kekuatan perhatian istimewa, hidupnya manfaat, tercurah doa guru yang mencintainya. Allah Akbar!
  6. Pepatah mengatakan maa laa yudroku kulluh la yutroku kulluh (Apa-apa yang tidak diketahui tentang semuanya jangan ditinggalkan sama sekali). Artinya mulailah, bergeraklah untuk melakukan kebaikan yang bisa dilakukan; sesuaikan dengan kekuatan materi, tenaga, serta dukungan orang lain yang ada. Jangan menunggu sempurna, baru semuanya dianggap bisa terlaksana.
  7. Dunia bukan tempat kita tinggal selama-lamanya, tetapi tempat kita bakal meninggal. Maka perbanyaklah bekal untuk kehidupan akherat yang kekal.
  8. Berusahalah untuk memperkaryakan diri, bukan memperkaya dengan kekayaan materi. Kaya jiwa itulah kekayaan paling berharga. Percuma banyak harta, kalau penyakitnya juga banyak.
  9. Seorang guru tidak mungkin mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya untuk bisa mengalahkan dirinya. Guru sejati akan mengajarkan cara bagaimana mengalahkan hawa nafsu amarah yang ada pada diri si murid. Karena seorang guru yakin secara ilmu, kekuatan fisik, jabatan, popularitas, bahwa kekayaan seorang murid seiring dengan perjalanan waktu akan lebih unggul dari gurunya.
  10. Membalas kebaikan orang yang berbuat baik itu lumrah. Tetapi membalas kebaikan orang yang berbuat jahat akhirnya akan indah meski tidaklah mudah.

Parakansantri, La Tansa – Banten.

Share

Post Author: La Tansa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *