SANTRI
Santri sejati tak berharap puja dan puji. Santri bukan karena materi dan janji untuk berbakti untuk negeri. Jiwanya terpatri dalam “sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku lillahi robbil ‘alamin“. Hari santri adalah apresiasi pemerhati dan pecinta perjuangan santri bukan seremonial atau basa-basi sebuah janji kemudian diingkari.
Gerakan santri itu 25 jam dalam sehari, 8 hari dalam seminggu, 13 bulan dalam setahun, santri “taa’ibun, tawwabun, dan thoolibun” memancangkan peradaban dunia. Kopi santri tak sekedar pembangkit rasa suntuk dan pengalih rehat, tetapi ia penyegar jiwa menyeka derai air mata dan cucur keringat derasnya amanat untuk menyibak waktu lalu mengisinya dengan aktifitas sarat manfaat.
Yang ditakuti santri bukan baqotun atau tumbila pengganggu waktu tidur, tetapi kemalasan yang akan menghancurkan mimpi indah cita-citanya. Salam santri tak sekedar sapa berhore-hore, berhura-hura apatahlagi membuat huru hara, salam santri adalah salam setia membangun rasa damai di dada di tengah prahara banyak manusia getol mengejar nafsu dunia.
Santri semakin dicibir, semakin hadir mengundang buah bibir. Santri semakin dipandang sebelah mata, suatu saat nanti semua mata terbelalak karna pesonanya.
Parakansantri, 21 Oktober 2018 M.
KH. Adrian Mafatihullah Kariem, MA.